Thursday, 12 November 2020

Saturday, 3 October 2020

Review Buku The Lord of The Rings: The Fellowship of The Rings


2 Oktober 2020

Judul Buku        : The Fellowship Of The Ring

Pengarang          : J.R.R. Tolkien

Penerbit              : PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun/Cetakan  : April 2002, Cetakan ketiga

 

Nilai (√)

😊

😐

 

 

 

Buku ini menceritakan tentang:

Anak angkat Bilbo Baggins yang bernama Frodo, ia ditakdirkan menghancurkan cincin kuat yang sangat jahat.

Saat Frodo beranjak 50 tahun, Gandalf menceritakan bahwa cincin yang diwariskan padanya adalah cincin yang sangat berbahaya. Cincin itu bisa membuat seseorang menjadi tidak bisa dilihat, jahat dan kuat. Kalau cincin itu kembali ke pemiliknya yang sangat jahat bernama Sauron, dia dan cincin itu bisa menguasai dunia. Lalu Frodo pergi dengan tukang kebunnya yang jugha teman dan tetangganya bernama Samwise Gamgee untuk melelehkan cincin itu di tempat ia dibuatsekaligus rumah Sauron, yaitu gunung berapi Mordor. Hanya di situlah cincin itu bisa dihancurkan. Mereka bersatu bersama dua hobbit yang lain, satu Elf (peri), dua manusia, satu penyihir, dan satu kurcaci memulai perjalanan menuju Mordor. Mereka melewati berbagai rintangan yang sangat berbahaya.

 

Tiga hal menarik dari cerita ini:

1.       Waktu Tom Bombadil memakai cincin itu tapi ia tidak menghilang

2.       Saat empat hobbit menjadi rombongan

3.       Waktu bertemu dengan Lady Galadriel dan Lord Celeborn

 

Pendapatku tentang buku ini:

Menurutku buku ini bagus untuk dibaca karena selain ceritanya seru kita juga belajar tentang kegigihan dan kesetia kawanan.

Buku sejenis yang pernah aku baca:

The Hobbit, Harry Potter, dan Bumi-Nebula

Monday, 3 August 2020

Review Novel The Chronicles of Narnia C. S. Lewis

 



  • Sang Singa, Sang Penyihir dan Lemari (1950)
  • Pangeran Caspian (1951)
  • Petualangan Dawn Treader (1952)
  • Kursi Perak (1953)
  • Kuda dan Anak Manusia (1954)
  • Keponakan Penyihir (1955)
  • Pertempuran Terakhir (1956)



Monday, 13 July 2020

Buku Ajaib

Oleh: Nada Narendradhitta

“Nah anak-anak, tugasnya kelompoknya memerhatikan kupu-kupu ya,” kata ibu guru mengahkiri pelajaran, sekalian membereskan kertas yang berserakan di meja.

Luna, Fina, Korin, bertopang dagu, karena mereka menganggap di Taman Kupu-kupu banyak tawon dan lebah, mereka jadi malas ke sana.

“Mau bagai mana lagi? Itukan ibu guru yang suruh,” kata Luna sambil mengonde rambutnya yang panjang dan pirang.

Saat itu mereka sedang di kantin, menikmati makanan ringan sehabis pelajaran akhir selesai.

“Baiklah kalau begitu besok jam lima belas pas ya kita ke Taman Kota.” ujar Korin sambil menggigit cupcakenya.

“Coba ada unicorn atau paling tidak hewan fantasy lain, aku akan mempelajarinya dengan semangat, sangaat semangat,” kata Fina sambil menyisir rambut coklatnya yang sebahu dan tebal dengan jari.

Kedua temannya tertawa keras sampai keluar air mata.

“Fina, Fina, mana ada unicorn atau hewan fantasy lainnya? Kamu ini kebanyakan mengkhayal!” kata Luna terkikik geli.

“Iya Finaaa,” tawa Korin.

“Tidak apa-apa kalin tertawa!” ujar Fina ketus, mukanya merah padam, lalu ia pergi ke meja lain meningalkan keripik kentang yang belum habis.

Tawa kedua temannya tersumpal saat Fina pergi.

“Ada apa dengannya?” tanya Korin cemas, “Sepertinya dia sakit hati gara-gara kita tertawa” tambahnya.

“Iya,” Luna mengangguk setuju.

Keesokan harinya mereka berangkat ke Taman Kota. Korin dan Luna sudah dekat dengan Taman Kota, tapi tiba-tiba Korin bertanya, “Bagai mana kalo kita ke rumah Fina dulu? Kan rumah Fina dekat dengan Taman Kota!” tambah Korin semangat.

“Mmm, boleh juga!” jawab Luna mengangguk setuju.

Ting nong, ting nong, ting nong..

Sesampainya di rumah Fina, mereka membunyikan bel. Tidak ada jawaban. Mereka membunyikan bel lagi, lalu ada orang dari dalam membukakan pintu untuk mereka.

“Oh Luna dan Korin! Ayo masuk!” Ajak Ibu Fina dari ambang pintu.

“Finanya ada di mana, Tan?” tanya Luna bingung.

“Fina lagi di kamarnya, sepertinya lagi baca buku.” kata ibu Fina.

“Kalian ke atas saja, nanti tante siapkan kue,” Ibu Fina tersenyum ramah.

“Waah kue! Terima kasih banyak tante!” Korin menggosok tangan karena tidak sabar.

Mereka menaiki tangga pualam yang mewah. Di depan pintu kamar Fina, Korin kagum karena pintu itu berhias permata kecil-kecil dan bubuk-bubuk emas, gagang pintunya juga dari besi yang sangat bagus dan mengilap. Luna menghembuskan nafas pelan, lalu mengetuk pintu.

“Oh, iya siapa itu? Masuk!” suara dari dalam kamar terdengar tak acuh.

Saat mereka masuk, Fina terlihat sedang tengkurap di atas kasurnya sambil membaca buku. Ada kehenigan sesaat, sampai akhirnya Luna angkat bicara, “Eeh, maaf yang kemarin ya Fina,”

“Eh iya, maafkan kami,” tambah Korin sambil menunduk.

“Tidak apa-apa kok!” wajah Fina merona merah, ia malu karena memang seharusnya ia tidak semarah itu, “Aku kemarin memang terlalu menghayal,”

Fina meletakan buku bersampul merah marun di atas meja. Luna dan Korin saling pandang curiga setelah melihat buku tersebut.

“Masa buku fantasy doang aku percaya sih?” Fina seperti mengerti kebingungan kawannya, “tapi gak tau kenapa, kayak ada yang disembunyiin di dalam buku ini,”

“Oooh,” Korin hampir tertawa lagi mendengar penjelasan Fina yang seperti tidak masuk akal.

Luna menyengol Korin. Kemudian agar Fina tidak terlalu mendengar kikikan Korin, Luna bertanya, “Eh ngomong-ngomong, buku itu kamu dapat dari mana?”

“Aku dapat dari pamanku yang kerjanya di daur ulang kertas,” kata Fina memulai ceritanya, “Minggu lalu aku diajak ke pabriknya, karena ia mendapat banyak buku bekas yang masih bagus, dan sayang kalau harus didaur ulang, dan dia juga tau aku suka baca, jadi…”

“Aku baru tahu kalau kamu suka baca!” seru Korin.

“Ssst, Korin!” seru Luna sebal, “Teruskan Fina” kata Luna sambil menatap galak Korin.

“… Oke, tadi sampe mana ya? Oh iya, pamanku tau aku suka baca, jadi dia suruh aku memilih beberapa buku. Salah satu yang paling aku suka yang ini.” Kata Fina sambil menunjukan buku berwarna merah marun, dengan tekstur bulu halus di sampulnya. Di covernya tertulis dengan aksara kuno; Hewan-Hewan Fantasy dan Cara Mereka Berkembang Biak.

“Buku ini sangat tua, jadi aku penasaran,” Fina melanjutkan, “coba kalian lihat tahun penerbitannya. Tahun 1720. Ini sudah lama sekali lho teman-teman, lihat saja kertasnya, sudah tua begini…”

“Buku itu dari mana? Maksudku, pamanmu dapat dari mana?” Luna memotong penasaran.

“Nah, tuh kamu kan yang memotong penjelasan Fina,” kata Korin tersenyum jail.

Muka Luna merah karena sebal dengan Korin.

“Eh sudah-sudah,” kata Fina, “Mau aku jawab pertanyaannya gak?” kata Fina yang ingin menjawab pertanyaan Luna.

Luna tersenyum puas, Korin kelihatan kecewa. Saat itu juga ibu Fina masuk membawa senampan kue kering dan segelas jus jeruk segar, wajah kecewa Korin hilang, lalu ia lansung duduk di samping tempat nampan diturunkan.

“Kamu pasti suka kue dan jus ini, Korin.” kata ibu Fina tersenyum lalu keluar kamar.

“Tadi pertaanyaanku belum dijawab Fin,” Luna masih pensaran.

“Oh itu ya, aku jawab sambil makan kue aja yuk!” Fina menarik tangan Luna turun dari kasur yang mewah dan bertenda, ke arah meja kecil tempat nampan.

“Kalo tentang itu, pamanku dapat dari seseorang yang beli rumah tua di dekat hutan perbatas kota, menurutku rumah itu angker. Nah di dalam rumah itu terdapat buku-buku tua, pemilik rumah yang baru menjualnya ke pamanku untuk didaur ulang. Dan sisanya udah aku ceritain tadi,” jelas Fina sambil mengunyah kue kering.

Fina membuka halaman akhir buku tebal merah itu, “Aaaaaa!” tiba-tiba ia menjerit nyaring sambil menjatuhkan buku itu.

“Ada apa Fina!?” tanya Korin dan Luna berbarengan.

“Ini seperti mimpiku dua hari kemarin,” Fina menjelaskan terbata-bata, “D-di-sin-i a-da cermin tib-a- ti-ba,” katanya ketakutan

“Hah! mana mungkin?” Luna tidak percaya.

“Apa itu sebabnya kamu marah waktu kita bilang hewan fantasy tidak ada?” Korin mencoba memahami mimpi Fina, “Kamu bermimpi bertemu hewan-hewan fantasy?”

“Ya, seperti itu.” Fina senang namun masih kaget, “Ini persis seperti di dalam mimpiku. Coba kalian perhatikan, cerminnya tidak memantulkan kita”

Luna dan Korin sebenarnya tidak percaya tapi mereka penasaran lalu bergantian melihatnya.

“Cermin ini aneh sekali,” Luna heran.

Setelah mengamati kaca aneh itu, Korin mengembalikan buku ke Fina.

Fina menyentuh kaca itu dan tiba-tiba tersedot ke dalamnya. Korin dan Luna kaget bukan kepalang. Mereka refleks menyentuh kaca itu juga, dan mereka ikut tersedot.

Buku merah itu jatuh ke tangan Luna setelah mereka bertiga masuk. Awalnya mereka seperti berputar-putar dalam gelap, namun sesaat kemudian mereka sudah berada di hutan. Luna silau meihat sinar dari bunga raksasa berwarna putih keemasan bentuknya mirip bunga mawar. Korin mengamati lingkungan sekeliling. Mereka berada di kerumuna pohon-phon besar berwarna cerah. Ada pohon dengan daun berwarna merah keunguan, dan jingga gradasi pink. Mereka menginjak rumput berbentuk hati yang berwarna pelangi. Rumput-rumput itu kalau kena angin berputar-putar dan warna pelangi muncul. Saat angin sepoi-sepoi bertiup, angin itu sangat segar berbau jeruk.

Cukup sekali mengamati hutan aneh itu, mereka melihat Fina sedang terisak, mereka berlari menghampirinya.

“Hey, Fina!” kata mereka terengah karena berlari

“HAH! Kalian!” seru Fina lalu memeluk temannya itu “ku-kukira aku tidak akan melihat kalian lagi” katanya

“tadi kami refleks menyentuhnya” kata Korin balas memeluknya

“Iya Fina” kata Luna balas memeluknya juga.

Lalu tiba-tiba di semak dan naungan pohon besar ada sinar terang sekali seakan kalian lihat langsung ke matahari saat siang hari, mereka bertiga mendekat ke asal sinar itu sambil mengintip di sela jari. Lalu saat sinar sudah tidak terlalu terang mereka mengintip dari balik semak, coba tebak apa yang mereka lihat? UNICORN!

Mereka tidak percaya pada mata mereka sendiri, lalu mencubit pipi, sakit sekali.

“berarti ini bukan mimpi dong!” ujar Luna kagum.

Binatang itu sangat anggun, memiliki corn emas, rambut perak, dan kakinya sangat ramping sehingga kalian serasa bisa mematahkannya.

Unicorn itu pergi, mereka melihat ke sekeliling ada Peri, Pegasus, Centaur, Naga air, Monyet berbulu emas, Kappa, Hippogriff, jembalang (seperti patung kurcaci yang suka ada di kebun), dan banyak hewan fantasy lainya

“Bagai mana kalau kita tulis tentang ini semua? untuk kenang kenagan” jelas Korin

“He-eh” Fina dan Luna mengangguk serempak

Friday, 10 July 2020

Petualangan Ibu Kucing

Oleh: Nada Narendradhitta


Saat keluarga kucing bangun, mereka kaget karena jam sudah menunjukan pukul 11 siang! Mereka panik saat sadar bahwa mereka bukan di kamar rumah, melainkan di... ANGKASA!!

Mereka juga sadar semua yang ada di situ terbuat dari awan. Entahlah siapa yang tingal di sana. Saat ibu kucing dan anaknya sedang mengaggumi ruangan itu, pelayan masuk. Anehnya pelayan itu tidak terkejut samasekali, melainkan senang. Lalu dia berkata, “Selamat datang kembali di istana kucing!”


Ibu kucing heran, kenapa pelayan itu bilang kembali? Mereka berjalan mengikuti pelayan itu. Ibu kucing melihat tahta yang kosong. Pelayan membawa mereka ke kamar megah yang terletak di ujung ruangan. Pelayan itu mengetik sesuatu, dan pintu terbuka secara otomatis. Di sana ada sofa, meja kecil bervas bunga, TV, dan tempat tidur nyaman. Di tempat tidur itu berbaring ratu cantik walaupun sudah tidak muda lagi. Pelayang itu mengatakan sesuatu yang membuat ratu tersenyum.

Lalu pelayan menoleh kepada ibu kucing dan berkata, “Semua tabib


istana tidak bisa menyembuhkan ratu, tapi salah satu tabib meramalkan bahwa siapa saja yang muncul di ruangan itu, laki-laki maupun perempuan, bisa mengambil obat ratu, yaitu bunga yang tumbuh di awan tertinggi.” Sambil mendekat ke ibu kucing pelayan menambahkan, “tentu itu jika anda mau, karena sudah banyak orang yang menolak. Apakah anda bersedia?”

“Tapi bagaimana dengan anaku?” tanya ibu kucing.

“Anakmu akan baik baik saja bersama kami.” jawab pelayan.


Ibu kucing berpikir, “Mmm baiklah, tapi saya tidak tahu di mana letak gunung itu. Bagaimana saya bisa sampai ke sana?”

“Tidak masalah. Kami akan memberikan petanya.” jawab pelayan.

Keesokan harinya, ibu kucing berangkat dengan peta, teleskop, baju petualang, topi, sepatu, sekop kecil untuk menggali, tenda, dan tas ransel yang berisi 7 botol air mineral, 6 kotak nasi dan lauk, 2 bungkus cemilan, senter, tali juga lampu kecil untuk di dalam tenda.


Pada hari pertama, dia melewati hutan putih dengan berani. 1 cemilan habis, 3 kotak nasi dan lauk habis, 2 botol mineral juga habis. Ibu kucing sampai di kaki awan gunung itu, istirahat sebentar kemudian mulai memanjat.

Di hari yang kedua, 1 cemilan, 3 kotak nasi lauk, juga 3 botol air habis. Ibu kucing kehabisan bekal makanan dan cemilan, hanya tersisa 2 air mineral. Walaupun begitu, ibu kucing tetap semangat, dia terus mendaki sampai akhirnya menemukan bunga satu- satunya yang terletak di puncak gunung. Bunga itu terletak di tengah


danau yang dalam, yang tidak mungkin untuk berenang ke sana. Lalu ibu kucing mencari di sekeliling dan menemukan banyak pohon pisang. Ia membuat rakit dari pelepah pisang dan dikat menggunakan tali yang ada di dalam tas. Setelah berjuang selama dua jam mendayung dan kelelahan, akhirnya ia sampai ke tengah danau dan berhasil mencabut bunga tersebut.

Dengan perbekalan yang hanya 2 botol air mineral, ibu kucing turun gunung. Di tengah jalan ia melihat ada seekor anjing dan anaknya sedang sangat kehausan. Ibu kucing kasihan lalu ia memberi semua minuman yang


tersisa, karena dia merasa anak anjing dan ibunya lebih memerlukan.

Ibu kucing melanjutkan perjalanan menuruni gunung, tapi tidak lama kemudian ia kehausan dan berteduh di dalam gua. Tiba-tiba, muncullah Ibu dan anak anjing yang sebelumnya kehausan memberi ibu kucing alat transportasi ajaib.

“Tadi aku hanya ingin menguji kepedualianmu,” kata ibu anjing menjelaskan.

“Terimakasih banyak. Aku tidak menduganya.” Jawab ibu kucing.


“Kamu bisa menaiki alat ini. Kalau kamu haus, kamu bisa minta minum, kalau kamu lapar, kamu bisa minta makan dengan menekan tombol yang ada gambar minuman dan makanan. Dan semua alat kebutuhanmu ada di dalam.”

ibu kucing mengatakan terimakasih sekali lagi dan menaiki alat tranportasi itu, kemudian pulang.

Sesampainya di istana, anaknya sudah menanti ibu mereka. Ibu kucing memeluk mereka, dan memberi bunga kepada pelayan yang mukanya berseriseri, lalu bertanya kepadanya,


“Ehm, kenapa anda bilang selamat datang kembali waktu pertama kali kami datang?”

“Oh itu, karena dulu ibumu sahabat ibuku,” pelayan itu menjelaskan, “dulu anda dan saya masih berumur 1 tahun. Saya diberi tahu, saat perang kamu dan ibumu pergi.”

Mendengar cerita itu ibu kucing diam terkesima.

“Oke” kata pelayan tiba tiba, memecah keheningan, “waktunya kalian pulang sampai nanti dadah.”

TAMAT

MAKANAN TRADISIONAL INDONESIA: SAYUR GABUS PUCUNG

Oleh Nada Narendradhitta 9 tahun

Sayur gabus pucung banyak dijual di Bekasi, Jakarta, dan sekitarnya. Di Bekas,i dekat rumahku ada warung makan Betawi bernama RM. Haji Baka yang menjual sayur ini. Harganya Rp. 35.000 Semangkuk, rasanya pedas segar, dan pastinya enak!

Bahan gabus pucung:

Bahan pertama:

  • Ikan gabus
  • Jeruk nipis
  • Cabai rawit
  • Daun salam
  • Daun jeruk
  • Serai
  • Jahe
  • Lengkuas
  • Kluwek
  • Tomat iris
  • Gula
  • Garam
  • Air
  • Minyak

Bumbu halus:

  • Bawang putih
  • Bawang merah
  • Cabai merah kriting
  • Kunyit
  • Kemiri
  • Biji ketumbar
  • Pelengkap:
  • Irisan dau bawang
  • Bawang merah goreng

Cara:

Lumuri ikan dengan jeruk nipis dan garam untuk menghilangkan bau amis, marinasi ikan dengan bumbu selama satu jam. Panaskan minyak di wajan. Goreng ikan sampai garing. Haluskan semua bahan bumbu halus dengan blender, masukan tiga sdm minyak goreng ke dalam wajan, dan tumis bumbu halus hingga matang, lalu masukan juga semua bahan yang tersisa ke dalam wajan, masak sampai mendidih dan masukan ikan gabus, daaan sayur gabus pucung siap disantap.

Sumber resep dari: masakapahariini.com

Cerita unik:

Walaupun kuahnya warna coklat kehitaman seperti semur, tapi kuahnya tidak pakai kecap, melainkan kluwek, atau biasa orang betawi menyebutnya pucung. Oh iya ikan gabus cukup terkenal di kalangan orang Betawi karena jaman dulu kabarnya banyak rawa dan empang di daerah Betawi yang berisi banyak ikan gabus. Sehingga banyak masakan yang dibuat dari ikan gabus.

MENOLONG SI PUTIH

Oleh: Nada Narendradhitta

Aku dan adiku Percy sedang berjalan-jalan di hutan belakang rumah ketika Percy melihat dua mata misterius menyala hijau seperti naga yang pernah aku lihat di fillm fantasi.

“Kak,” kata adiku Percy yang saat itu mengenakan mantel hijau. Ada nada ketakutan dalam suaranya.

“Iya ada apa?” tanyaku sambil menoleh ke arah Percy. Angin dingin musim semi bertiup menggugurkan daun-daun kering dan membuat telingaku dingin seperti ketika aku membuka kulkas. Aku manarik hoodie mantel merah yang aku pakai untuk menutupi kepala.

“I-it-u a-pa?” Percy menunjuk sesuatu yang bergerak di bawah gelap naungan pohon besar.

Hah apa ya itu? tanyaku dalam hati sambil mendekati sesuatu itu dengan gugup. Awalnya aku mengira….. dan ternyata yang da di sana kucing putih. Sebelah kaki kucing itu lecet sampai kelihatan dagingnya. Kaki yang terluka diangkat, dan ia mengeong pelan.

Aku mendekatinya pelan-pelan dan aku mencoba mengusap kepalanya. Kucing itu menyundul tanganku seperti minta diusap lagi. Aku tersenyum, mengendongnya kemudian membawanya sambil lari ke arah rumah. Karena mau cepat-cepat mengobati kucing itu, sampai aku lupa ke Percy tertinggal di belakangku.

Masih sambil berlari, aku berteriak ke adikku, “Ini hanya kucing, tidak usah takut.”

Percy berteriak panik sambil mengikutiku, “Kakak, tunggu aku!”

Belum sampai rumah, Ginny, anjing perempuanku yang berwarna coklat muda, menggonggong menyambutku. Ketika ia melihat kucing yang aku gendong, gonggongannya menjadi semakin keras. Sepertinya ia cemburu dengan si kucing.

Sesampainya di dalam rumah aku bertanya ke ibu, “Ibu, di mana kotak obat?”

“Oh, Lucy, ada di atas lemari, memangnya kenapa? Percy jatuh ya?”

“Eh tidak sih cuma tadi aku nemu kucing” kataku menjawab cepat.

“Kak kenapa aku tadi ditinggal!” kata Percy yang masuk menyusul ke dalam rumah dengan kesal.

“Eh maaf Percy, tadi aku buru-buru,” aku meletakan si kucing putih di atas meja kemudian mengambil kursi untuk pijakan mengambil kotak obat di atas lemari.

Percy duduk cemberut tidak menjawab permintaan maafku.

“Nah sekarang bisak gak kamu tenangin Ginny yang terus menggonggong?” sambungku ke Percy.

“Gak mau ah! Aku masih kesel sama kakak!” kata Percy kemudian melengos pergi.

Sambil mengobati luka si kucing, Ginny tidak berhenti menggonggong. Membuat si kucing takut.

“Tidak usah cemburu Ginny. Ia tidak lama disini kok.” Kataku sambil mengusap Ginny agar dia tenang. Ginny perlahan-lahan menjadi tenang. Kemudian aku mengambil biskuit anjing dan melemparkannya kepada Ginny.

Beberapa saat setelah diobati, kucing itu berjalan tertatih ke hutan. Kalau saja kucing itu tidak terluka, mungkin ia akan berlari. Aku, Percy, dan Ginny mengikuti perlahan sesuai langkah si kucing.

Percy bertanya pelan, “Kak,”

Aku segera meletakan jari telunjuk di depan bibir tanda menyuruh Percy tidak bicara. Sementara Ginny seperti mengerti untuk ikut diam. Kucing itu tidak sekalipun menoleh ke belakang, seperti tidak peduli kami ikuti. Ketika sampai di tepi sungai, ia tiba-tiba berhenti.

“Eeh dia sepertinya takut air” kataku sambil memandang air itu.

“Baiklah aku akan menggendongnya,” kata Percy yang dari tadi tidak bicara.

Tiba-tiba Ginnny kembali menggonggong. Persis di akhir gonggongannya, dia melompat dari batu ke batu, seperti menemukan sesuatu. Aku tidak tahu apa yang Ginny kejar.

Aku menyusulnya, dan di belakangku Percy bersama si kucing putih. Sesampainya di seberang, Ginny semakin keras menggonggong ke arah semak-semak.

“Sst Ginny” kata-ku sambil menenangkannya.

Semak-semak itu bergerak-gerak kemudian ada suara eongan. Muncul dari balik semak kucing cantik berwarna putih sama seperti si kucing yang aku tolong. Dia turun dari tangan Percy, dan saling menjilat. Kami bertiga sangat senang, kucing itu berkumpul bersama keluarganya lagi.



TAMAT

Thursday, 9 July 2020

HARI KEBERUNTUNGAN SUSAN

Oleh: Nada Narendradhitta

Pada suatu pagi, Susan Si Tupai sedang mencari makan. Hari itu sangat gelap walau masih pagi, Susan mendongak, ia melihat sesuatu di langit, “Oh, itu seperti meteor bentuk hati yang diceritakan nenek.” ujarnya kepada diri sendiri. Meteor itu menyala seperti api, berwarna pink, ekornya seperti buntut rubah, melayang dari barat ke timur, ke arah matahari yang tertutup awan. Matahari yang tertutup awan membuat meteor itu lebih kelihatan.

Tiba-tiba Lily Si Kelinci datang, “Hai Susan kamu sedang apa!?”

“Oh! Lily kau membuatku kaget!” Susan yang sedang bengong memandagi langit berseru sebal.

“Hehehe, maaf Susan” jawab Lily sambil tertawa, tawanya terdengar lembut.

“Ngomang-ngomong...” kata Susan.

“…Langit gelap sekali ya,” Lily melanjutkan.

“He-eh. Kamu lihat meteor bentuk hati gak?” tanya Susan agak tidak sabar.

“Mmm kurasa aku tidak melihatnya” jawab Lily.

“Haloo kalian sedang apa?” tanya Peter Si Kura-Kura.

“Kakek lihat meteor bentuk hati gak?” tanya Susan.

“Oh ya! Jam berapa? Katanya binatang yang melihat itu akan beruntung,” kata kakek Peter.

“Iya aku tadi pagi melihatnya, baru saja Kek!” kata Susan.

“Wow kau beruntung, Sus” kata Lily mulai mengerti.

Susan mengangguk tak acuh, ia mendongak matanya tertuju pada buah kenari besar di pohon.

Malam harinya Susan tersentak bangun karena ia haus. Dia pergi ke dapur untuk membuat minuman hangat, lalu ia melihat sesuatu, terang benderang di hutan. Dari rumah pohon yang besar, ia melihat melewati jendela dapur yang besar. Susan penasaran Lalu ia keluar mencari sumber terang itu, dia memanjat dari pohon ke pohon, dan apa yang Susan lihat?

Yang dia lihat adalah… Bintang!!

“Apa yang terjadi kenapa kamu di sini?!” tanya Susan penasaran.

“Aku jatuh.” Kata bintang itu, “Aku ingin kembali ke angkasa.”

“Mmm sepertinya aku bisa bantu kamu” kata Susan sambil berpikir, “Eh kamu tungu di sini dulu ya,” kata Susan lalu pergi.

Lima menit kemudian Susan kembali lagi membawa sesuatu yang cukup besar, “Ini adalah balon udara buatanku sendiri” kata Susan, “Kamu akan bisa terbang menggunakan ini…”

“Ooh kamu baik sekali!” seru sang bintang, “Ini hadiah untukmu.”

Si Bintang mengubah Susan menjadi… Ratu!! Ratu Bintang, sejak saat itu Susan tinggal di atas awan, dan saat Susan ingin bermain dengan temannya dia akan turun lagi ke hutan, dan kembali ke awan sesudah bermain.



Saturday, 25 April 2020

SELENA & NEBULA; Klan Bulan, Akademi Bayangan Tingkat Tinggi, dan Orangtua Raib


Aku sangat suka buku atau film fantasi karena di sana aku menikmati kejadian yang tidak ada di dunia nyata. Selena dan Nebula adalah novel fantasi yang menceritakan hal yang tidak ada di dunia nyata seperti teleportasi, pukulan berdentum, teknik menghilang, tameng transparan, dan lain lain. Cerita fantasi membuatku menghayal. Andai aku bisa teleportasi aku dapat kemana saja dengan cepat. Kalau adiku bilang, "Kalo aku punya teknik teleportasi aku akan ke hutan bersih, hutan berbunga bunga, dan ingin tingal di sana menghirup bunga-bunga. Di sana tidak ada sampah plastik". Pukulan berdentum bisa membasmi penjahat kalau aku jadi polwan. Teknik menghillang berguna untuk bersembunyi, dan tameng transparan bisa melindungi kita dari segala macam hal, itu juga kalau tidak meletus😄.

Aku sangat menunggu Selena dan Nebula terbit. Saat sudah terbit aku langsung membelinya. Kedua novel itu selesai aku baca dalam sepuluh hari. Cerita dalam kedua novel itu terjadi bertahun tahun sebelum Raib lahir. Buku ini menceritakan masa lalu Miss Selena. Ada tiga sahabat yaitu Selena, Mata, dan Tazk. Mereka lahir di Klan Bulan, walaupun di distrik berbeda, Selena di Distrik Sabit Enam, Mata di Distrik Sungai Sungai Jauh, dan Tazk di Kota Tishri. Mereka terjebak dalam rencana jahat seseorang untuk pergi ke Klan Nebula, dan di sana semua berakhir sangat buruk. Ada karakter utama lain dalam novel itu, seperti Raf, Leh, Am, Im, Um, Em, Om, Aq, Bow, Maeh, Boh, Ev, Ox, Gill, Tamus, Lumpu, Kosong, Repot, Lambat, dan lain lain. Karakter yang paling aku suka adalah Mata, karena dia bisa bahasa semua dunia paralel, sahabat setia, dan ada sesuatu yang istimewa darinya.

Buku ini berbeda dari serial Bumi lainnya karena yang bercerita bukan Raib melainkan Miss Selena (kecuali ketika kembali ke masa sekarang, itu Raib yang bercerita). Ini juga menceritakan siapa sebenarnya orang tua Raib, ini bagian yang sudah kutunggu-tunggu, dan terjawab tuntas di buku ini. Selain itu, aku juga kagum akan teknolgi-teknologi maju Klan Bulan (walau tidak secangih Klan Bintang dan Komet Minor) contohnya mencuci baju, mencuci piring, pakaian, TV, Kasur, kamar mandi, dan sofa.

Aku juga sudah baca buku Tere Liye lainnya, yaitu Serial Anak Mamak, tapi itu bukan fantasi walaupun fiksi, jadi aku lebih suka serial Bumi. Jika membandingkan Selena dan Nebula, aku lebih suka Nebula, karena di sana semua rahasia terpecahkan dan juga menceritakan awal petualangan dunia paralel sekaligus akhir petualangan mereka. Di buku Nebula juga ada episode bonus judulnya Menonton Bersama.

Kalau buku Selena menceritakan perkenalan serta bagaimana Miss Selena bisa masuk Akademi Bayangan Tingkat Tinggi (ABTT). Itu nama akademi terbesar di Klan Bulan. Di buku ini kalian juga sudah bisa menebak siapa orang tua Raib.

Aku beri nilai Selena dan Nebula 9 dari 10. Aku jadi tidak sabar menunggu terbitan selanjutnya yaitu LUMPU.


Penulis: Nada Narendradhitta (9 tahun)
#LombaResensiTereLiye2020
@bukugpu @fiksigpu

Kalau kamu ingin baca resensi serial Bumi dari bapakku, klik link ini.

Monday, 20 April 2020

Lomba Mewarnai

Selepas salat jumat, saya bergegas menjemput Nada yang sedang berada di depan toko roti bersama ibunya.

"Aku gak menang, Pak." Nada melaporkan hasil pengumuman lomba mewarnai yang baru selesai diikuti.
"Kamu gak papa kalah?" Saya sedikit hawatir, takut ia kecewa.
"Gak papa!" Jawabnya cepat.
Sambil berjalan ke tempat parkir untuk mengambil kendaraan, saya bertanya, "Menurut kamu kenapa kamu kalah?"
"Emm," Nada berpikir sejenak kemudian menjawab tegas, "Karena ada yg lebih bagus."

Kehawatiran saya cuma satu, ia patah arang dan kehilangan semangat. Beberapa minggu sebelumnya ia tekun berlatih untuk perlombaan itu dan berdoa supaya menang, sehingga wajar kalau saya hawatir dengan hasil yang tidak sesuai ekspektasinya itu. Tapi ternyata itu hanya kehawatiran yang berlebihan. Saya mengamati perubahan wajah dan gestur tubuhnya, sepertinya memang Nada baik-baik saja.

"Kalo ada lomba mewarnai lagi kamu mau ikut?" Pertanyaan itu keluar.
"Mau. Tapi nanti sayang duitnya kalo gak menang?" Ia malah menghawatirkan uang pendaftaran lomba.
"Ya, itu untuk membayar pengalaman." Saya menjawab sederhana, "sehingga kamu bisa belajar dari kekalahan."

Ada jeda cukup lama sampai saya bertanya lagi, "Jadi apa yang akan kamu perbaiki kalau ikut lomba lagi?"
"Nambahin objek lain di gambar." Kata Nada kemudian, saya dan ibunya juga memberi beberapa saran perbaikan.

Saya teringat sebuah quote dari Zig Ziglar, "If you learn from defeat, you haven’t really lost."



Sunday, 19 April 2020

Review Novel Serial Harry Potter J. K. Rowling

 


  • Harry Potter and the Philosopher's Stone (Harry Potter dan Batu Bertuah)


  • Harry Potter and the Chamber of Secret (Harry Potter dan Kamar Rahasia)

  • Harry Potter and the Prisoner of Azkaban (Harry Potter dan Tawanan Azkaban)

  • Harry Potter and the Goblet of Fire (Harry Potter dan Piala Api)

  • Harry Potter and the Order of the Phoenix (Harry Potter dan Orde Phoenix)


  • Harry Potter and the Half-Blood Prince (Harry Potter dan Pangeran Berdarah-Campuran)


  • Harry Potter and the Deathly Hallows (Harry Potter dan Relikui Kematian)


Friday, 3 April 2020

Merdeka Belajar dan Menghindari Bunuh Diri Masal

#MerdekaBelajar pada saat karantina seperti sekarang menemukan momentumnya. Beberapa orang yang memahami hal ini telah melakukan jauh-jauh hari secara mandiri dengan homeschooling. Saya hanya bagian kecil dari kelompok itu. Saya tidak sedang mengajak semua orang untuk melakukan homeschooling, tapi keadaan yang membuat kita semua melakukan ini. Namun di tengah terror pandemi, kebanyakan kita kepayahan menjalankan konsep ini. Kepala sekolah menginstruksikan para guru untuk membuat segala macam tugas dan ceramah yang akan dijejalkan kepada anak-anak melalui alat-alat yang mereka baru tahu, yang menyiapkannya memakan banyak waktu dan membuat mereka tertekan. Anak-anak diangap belajar jika mereka duduk tenang, mendengarkan guru dari media-media jarak jauh itu, dan mengerjakan dengan cekatan soal-soal latihan. Anak-anak, sebagaimana kebanyakan mereka yang berbeda-beda karakter, mulai tertekan. Tuntutan orang tua kepada sekolah yang terlanjur salah kaprah semakin memperparah beban anak-anak. Orangtua juga ikut tertekan. Dan semua ini adalah cara yang ampuh untuk melakukan bunuh diri bersama.

Menurut saya tidak masuk akal jika ada yang ingin memindahkan sekolah ke rumah dengan target belajar seperti di sekolah. Tidak adil bagi guru, orangtua juga anak-anak. Dalam proses homeschooling yang sesungguhnya saja, ada masa penyesuaian yang bahkan bisa memakan waktu yang tidak sebentar. Sebab kondisi di rumah berbeda dengan sekolah, dan orang tua bukanlah guru.

Hal awal yang fundamental yang mesti dilakukan saat ini adalah menurunkan ekspektasi. Dalam kondisi darurat seperti sekarang, kita tidak bisa mengharapkan hasil atau pola seperti kondisi normal. Mari pikirkan kembali tentang visi pendidikan, tentang hal-hal yang mesti dimiliki anak dalam hidup mereka yang masih panjang. Setelah itu, mari kita berdiskusi tentang pemahaman, strategi belajar, dan pengelolaan aktifitas belajar berbasis keluarga masing-masing.

Mengapa harus sesuai dengan konteks keluarga masing-masing? Karena itu adalah hal utama dan paling mendasar dalam melakukan homeschooling. Dimana belajar tidak bisa dipisahkan dari kehidupan keluarga, tapi disatukan dan dimanfaatkan. Jadi keberhasilah homeschooling adalah menyatukan pembelajaran anak dengan budaya dan keseharian dalam keluarga.

Mari kita berbicara pada tatanan yang lebih praktis. Memanfaatkan budaya keluarga berarti mengenali kebiasaan baik dalam keluarga dan keahlian orangtua. Orangtua yang senang mendengarkan musik, menggunakan lagu dan dan instrumen musik sebagai media belajar. Orangtua yang suka membaca, akan mudah menularkan kesukaan pada literasi atau menjadikan literasi sebagai alat belajar anak. Begitupun orang tua yang memiliki keahlian bercocok-tanam, berolahraga, menonton, menulis dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan yang disukai orang tua dan keluarga itu itu bisa dikembangkan menjadi kegiatan dan alat belajar dalam proses belajar anak. Itulah yang dimaksud mengintegrasikan dan tidak memisahkan antara keseharian dan kehidupan keluarga dengan proses belajar.

Anak-anak bisa belajar melalui hal-hal yang ada pada keseharian mereka, melalui hal-hal yang ada di lingkungan keluarga dan rumah. Belajar Matematika bisa menggunakan batu yang mereka temukan di halaman atau menggunakan mainan mereka. Memperhatikan belalang yang hinggap di daun, kemudian mengamati cara ia makan dan berkembang biak juga bisa dijadikan sarana untuk belajar. Bahkan mengobrol pun bisa dijadikan sarana belajar. Obrolan anak dan orangtua terhadap satu hal merupakan proses belajar dengan kualitas tinggi. Disitulah keterampilan orangtua dalam membangun percakapan yang nyaman dan produktif diuji.

Homeschooling memberikan kebebasan kepada setiap keluarga untuk mengurusi pendidikan anak-anak mereka. Karena bebas dan tidak baku, maka ada juga model homeschooling yang mencontoh sekolah formal, atau school-at-home. Namun seringkali bentuk itu tidak efektif dan rumit. Karena sejatinya homeschooling memang berbeda dengan sekolah. Jadi jangan membayangkan homeschooling berarti anak-anak harus belajar secara online. Bukan berarti saya mengharamkan belajar online, tapi hanya menyandarkan pendidikan pada hal tersebut, sehingga menganggap jika tidak melakukan itu berarti anak-anak tidak belajar, adalah sesuatu yang salah.

Untuk itu, pemahaman orang tua tentang belajar harus diperluas, dan keterampilan merawat anak-anak perlu ditingkatkan. Orangtua yang baik adalah orang tua yang belajar. Begitulah seharusnya orang tua punya kesadaran pribadi untuk mengupgrade pemahaman mereka dalam melihat belajar dan pendidikan. Saat ini sudah ada banyak cara yang bisa ditempuh, tinggal ada kemauan.

Memperluas makna belajar berarti kita tidak lagi mengejar target kurikulum. Memperluas makna belajar berarti kita bisa melihat berbagai alternatif kegiatan belajar dan tidak memaksakan diri pada pandangan kaku bahwa belajar adalah mengerjakan mata pelajaran dan mengejar nilai ujian dan rapor.

Anak tekun pada sesuatu atau hobi seperti membaca, menggambar, bermain sepeda dan lain-lain, juga merupakan belajar; belajar mengenal diri sendiri (learn to be). Menjawab pertanyaan dan keingintahuan anak dengan serius kemudian membuatnya menjadi project juga merupakan belajar; belajar memahami (learn to know). Anak-anak melakukan hal-hal keseharian seperti memasak, mencuci pakaian, menjahit, memperbaiki mainan yang rusak juga merupakan belajar; belajar keterampilan (learn to do). Anak-anak bermain dengan kawan-kawannya, berinteraksi dengan kakek-nenek, sepupu, keponakan dan bisa mencari solusi atas masalah-masalah sosial yang mereka hadapi juga merupakan belajar; belajar hidup bersama (learn to live together). Pada masa ketika tempat kegiatan hanya di rumah, pilihan kita untuk mencari sumber belajar memang menjadi terbatas. Namun pilihan itu bisa diperluas ketika kita memperluas pemahaman akan makna belajar.

Friday, 27 March 2020

Belajar Tentang Fotosintesis

Beberapa hari terakhir ini Aira senang sekali nonton film The Lorax (dari buku karya Dr. Seuss) yang bercerita tentang betapa pentingnya arti pohon untuk kehidupan manusia. Nah salah satu dialognya ada tentang fotosintesis di mana masyarakat sekitar banyak yang tidak tahu apa fotosintesis itu karena terbiasa dengan pohon plastik. Dari sini Nada penasaran apa itu fotosintesis, meskipun sebelumnya pernah dijelaskan tentangnya.

Setelah belajar kembali (karena Nada tertarik) ia jauh lebih paham dibandingkam sebelumnya yang bahkan ia tidak ingat pernah mempelajari hal tersebut.

Berikut ini kesimpulan berbentuk flow chart ala Nada tentang fotosintesis.