Monday 13 July 2020

Buku Ajaib

Oleh: Nada Narendradhitta

“Nah anak-anak, tugasnya kelompoknya memerhatikan kupu-kupu ya,” kata ibu guru mengahkiri pelajaran, sekalian membereskan kertas yang berserakan di meja.

Luna, Fina, Korin, bertopang dagu, karena mereka menganggap di Taman Kupu-kupu banyak tawon dan lebah, mereka jadi malas ke sana.

“Mau bagai mana lagi? Itukan ibu guru yang suruh,” kata Luna sambil mengonde rambutnya yang panjang dan pirang.

Saat itu mereka sedang di kantin, menikmati makanan ringan sehabis pelajaran akhir selesai.

“Baiklah kalau begitu besok jam lima belas pas ya kita ke Taman Kota.” ujar Korin sambil menggigit cupcakenya.

“Coba ada unicorn atau paling tidak hewan fantasy lain, aku akan mempelajarinya dengan semangat, sangaat semangat,” kata Fina sambil menyisir rambut coklatnya yang sebahu dan tebal dengan jari.

Kedua temannya tertawa keras sampai keluar air mata.

“Fina, Fina, mana ada unicorn atau hewan fantasy lainnya? Kamu ini kebanyakan mengkhayal!” kata Luna terkikik geli.

“Iya Finaaa,” tawa Korin.

“Tidak apa-apa kalin tertawa!” ujar Fina ketus, mukanya merah padam, lalu ia pergi ke meja lain meningalkan keripik kentang yang belum habis.

Tawa kedua temannya tersumpal saat Fina pergi.

“Ada apa dengannya?” tanya Korin cemas, “Sepertinya dia sakit hati gara-gara kita tertawa” tambahnya.

“Iya,” Luna mengangguk setuju.

Keesokan harinya mereka berangkat ke Taman Kota. Korin dan Luna sudah dekat dengan Taman Kota, tapi tiba-tiba Korin bertanya, “Bagai mana kalo kita ke rumah Fina dulu? Kan rumah Fina dekat dengan Taman Kota!” tambah Korin semangat.

“Mmm, boleh juga!” jawab Luna mengangguk setuju.

Ting nong, ting nong, ting nong..

Sesampainya di rumah Fina, mereka membunyikan bel. Tidak ada jawaban. Mereka membunyikan bel lagi, lalu ada orang dari dalam membukakan pintu untuk mereka.

“Oh Luna dan Korin! Ayo masuk!” Ajak Ibu Fina dari ambang pintu.

“Finanya ada di mana, Tan?” tanya Luna bingung.

“Fina lagi di kamarnya, sepertinya lagi baca buku.” kata ibu Fina.

“Kalian ke atas saja, nanti tante siapkan kue,” Ibu Fina tersenyum ramah.

“Waah kue! Terima kasih banyak tante!” Korin menggosok tangan karena tidak sabar.

Mereka menaiki tangga pualam yang mewah. Di depan pintu kamar Fina, Korin kagum karena pintu itu berhias permata kecil-kecil dan bubuk-bubuk emas, gagang pintunya juga dari besi yang sangat bagus dan mengilap. Luna menghembuskan nafas pelan, lalu mengetuk pintu.

“Oh, iya siapa itu? Masuk!” suara dari dalam kamar terdengar tak acuh.

Saat mereka masuk, Fina terlihat sedang tengkurap di atas kasurnya sambil membaca buku. Ada kehenigan sesaat, sampai akhirnya Luna angkat bicara, “Eeh, maaf yang kemarin ya Fina,”

“Eh iya, maafkan kami,” tambah Korin sambil menunduk.

“Tidak apa-apa kok!” wajah Fina merona merah, ia malu karena memang seharusnya ia tidak semarah itu, “Aku kemarin memang terlalu menghayal,”

Fina meletakan buku bersampul merah marun di atas meja. Luna dan Korin saling pandang curiga setelah melihat buku tersebut.

“Masa buku fantasy doang aku percaya sih?” Fina seperti mengerti kebingungan kawannya, “tapi gak tau kenapa, kayak ada yang disembunyiin di dalam buku ini,”

“Oooh,” Korin hampir tertawa lagi mendengar penjelasan Fina yang seperti tidak masuk akal.

Luna menyengol Korin. Kemudian agar Fina tidak terlalu mendengar kikikan Korin, Luna bertanya, “Eh ngomong-ngomong, buku itu kamu dapat dari mana?”

“Aku dapat dari pamanku yang kerjanya di daur ulang kertas,” kata Fina memulai ceritanya, “Minggu lalu aku diajak ke pabriknya, karena ia mendapat banyak buku bekas yang masih bagus, dan sayang kalau harus didaur ulang, dan dia juga tau aku suka baca, jadi…”

“Aku baru tahu kalau kamu suka baca!” seru Korin.

“Ssst, Korin!” seru Luna sebal, “Teruskan Fina” kata Luna sambil menatap galak Korin.

“… Oke, tadi sampe mana ya? Oh iya, pamanku tau aku suka baca, jadi dia suruh aku memilih beberapa buku. Salah satu yang paling aku suka yang ini.” Kata Fina sambil menunjukan buku berwarna merah marun, dengan tekstur bulu halus di sampulnya. Di covernya tertulis dengan aksara kuno; Hewan-Hewan Fantasy dan Cara Mereka Berkembang Biak.

“Buku ini sangat tua, jadi aku penasaran,” Fina melanjutkan, “coba kalian lihat tahun penerbitannya. Tahun 1720. Ini sudah lama sekali lho teman-teman, lihat saja kertasnya, sudah tua begini…”

“Buku itu dari mana? Maksudku, pamanmu dapat dari mana?” Luna memotong penasaran.

“Nah, tuh kamu kan yang memotong penjelasan Fina,” kata Korin tersenyum jail.

Muka Luna merah karena sebal dengan Korin.

“Eh sudah-sudah,” kata Fina, “Mau aku jawab pertanyaannya gak?” kata Fina yang ingin menjawab pertanyaan Luna.

Luna tersenyum puas, Korin kelihatan kecewa. Saat itu juga ibu Fina masuk membawa senampan kue kering dan segelas jus jeruk segar, wajah kecewa Korin hilang, lalu ia lansung duduk di samping tempat nampan diturunkan.

“Kamu pasti suka kue dan jus ini, Korin.” kata ibu Fina tersenyum lalu keluar kamar.

“Tadi pertaanyaanku belum dijawab Fin,” Luna masih pensaran.

“Oh itu ya, aku jawab sambil makan kue aja yuk!” Fina menarik tangan Luna turun dari kasur yang mewah dan bertenda, ke arah meja kecil tempat nampan.

“Kalo tentang itu, pamanku dapat dari seseorang yang beli rumah tua di dekat hutan perbatas kota, menurutku rumah itu angker. Nah di dalam rumah itu terdapat buku-buku tua, pemilik rumah yang baru menjualnya ke pamanku untuk didaur ulang. Dan sisanya udah aku ceritain tadi,” jelas Fina sambil mengunyah kue kering.

Fina membuka halaman akhir buku tebal merah itu, “Aaaaaa!” tiba-tiba ia menjerit nyaring sambil menjatuhkan buku itu.

“Ada apa Fina!?” tanya Korin dan Luna berbarengan.

“Ini seperti mimpiku dua hari kemarin,” Fina menjelaskan terbata-bata, “D-di-sin-i a-da cermin tib-a- ti-ba,” katanya ketakutan

“Hah! mana mungkin?” Luna tidak percaya.

“Apa itu sebabnya kamu marah waktu kita bilang hewan fantasy tidak ada?” Korin mencoba memahami mimpi Fina, “Kamu bermimpi bertemu hewan-hewan fantasy?”

“Ya, seperti itu.” Fina senang namun masih kaget, “Ini persis seperti di dalam mimpiku. Coba kalian perhatikan, cerminnya tidak memantulkan kita”

Luna dan Korin sebenarnya tidak percaya tapi mereka penasaran lalu bergantian melihatnya.

“Cermin ini aneh sekali,” Luna heran.

Setelah mengamati kaca aneh itu, Korin mengembalikan buku ke Fina.

Fina menyentuh kaca itu dan tiba-tiba tersedot ke dalamnya. Korin dan Luna kaget bukan kepalang. Mereka refleks menyentuh kaca itu juga, dan mereka ikut tersedot.

Buku merah itu jatuh ke tangan Luna setelah mereka bertiga masuk. Awalnya mereka seperti berputar-putar dalam gelap, namun sesaat kemudian mereka sudah berada di hutan. Luna silau meihat sinar dari bunga raksasa berwarna putih keemasan bentuknya mirip bunga mawar. Korin mengamati lingkungan sekeliling. Mereka berada di kerumuna pohon-phon besar berwarna cerah. Ada pohon dengan daun berwarna merah keunguan, dan jingga gradasi pink. Mereka menginjak rumput berbentuk hati yang berwarna pelangi. Rumput-rumput itu kalau kena angin berputar-putar dan warna pelangi muncul. Saat angin sepoi-sepoi bertiup, angin itu sangat segar berbau jeruk.

Cukup sekali mengamati hutan aneh itu, mereka melihat Fina sedang terisak, mereka berlari menghampirinya.

“Hey, Fina!” kata mereka terengah karena berlari

“HAH! Kalian!” seru Fina lalu memeluk temannya itu “ku-kukira aku tidak akan melihat kalian lagi” katanya

“tadi kami refleks menyentuhnya” kata Korin balas memeluknya

“Iya Fina” kata Luna balas memeluknya juga.

Lalu tiba-tiba di semak dan naungan pohon besar ada sinar terang sekali seakan kalian lihat langsung ke matahari saat siang hari, mereka bertiga mendekat ke asal sinar itu sambil mengintip di sela jari. Lalu saat sinar sudah tidak terlalu terang mereka mengintip dari balik semak, coba tebak apa yang mereka lihat? UNICORN!

Mereka tidak percaya pada mata mereka sendiri, lalu mencubit pipi, sakit sekali.

“berarti ini bukan mimpi dong!” ujar Luna kagum.

Binatang itu sangat anggun, memiliki corn emas, rambut perak, dan kakinya sangat ramping sehingga kalian serasa bisa mematahkannya.

Unicorn itu pergi, mereka melihat ke sekeliling ada Peri, Pegasus, Centaur, Naga air, Monyet berbulu emas, Kappa, Hippogriff, jembalang (seperti patung kurcaci yang suka ada di kebun), dan banyak hewan fantasy lainya

“Bagai mana kalau kita tulis tentang ini semua? untuk kenang kenagan” jelas Korin

“He-eh” Fina dan Luna mengangguk serempak